Entri Populer

Saturday, August 20, 2011

Ironi “Indonesia Kecil” Bagi Petani Desa Simpang (Ekspedisi Cimanuk, Telapak) bag 2


Pegunungan Gundul Kab. Garut Selatan, habis dijadikan ladang Sayuran.



lih fungsi lahan dari hutan menjadi ladang kentang dan sayuran, melampaui batas Kab. Garut Selatan



Pegunungan Cikuray-Mandalagiri dan pegunungan Papandayan. Mengancam longsor dan daerah resapan air



Menumpang bermalam di kediaman pak Empud memberikan banyak informasi dan cerita bagi kami, dari mulai curahan hati dan keluh kesah seorang petani kecil Indonesia.



Buah Kopi hasil Desa Simpang. harapan bisa sebagai pokok keras yg bisa menggantikan ladang sayuran.



Mulai adanya kepeduliaan mengurangi tanaman sayur-sayuran dengan pohon keras 4-5 tahun terakhir ini dengan pohon Eucalyptus



Mata air Balong di Telaga Cipanas, yang merupakan salah satu sumber air yang mengalir ke Sungai Cimanuk.


Buruh Tani Upahan Penggarap Ladang Kentang. Pemiliknya Umumnya Orang Perkotaan.



Sambungan dari Ekspedisi Sungai Cimanuk bag.1.

“Dulu aliran sungai di depan itu kecil, bisa dilangkahin oleh orang. Sekarang kalau hujan besar sedikit saja, aliran nya langsung banjir mengamuk menghantam merontokkan pinggiran sungai sehingga makin lebar”., begitu ungkap Pak Empud Ketua RW Desa Simpang Kec.Cikajang sambil menunjuk sungai kecil di samping jalan kampung yang merupakan salah satu hulu Sungai Cimanuk.

Beberapa aliran lain hulu Cimanuk di Kampung Taraju Desa Simpang Kec.Cikajang ini diantaranya adalah mata air balong Telaga Cipanas, sungai Cihideung dan sungai Cikajang.

Menumpang bermalam di kediaman Pak Empud memberikan banyak informasi dan cerita bagi kami, dari mulai curahan hati dan keluh kesah tentang pendidikan anak dan cucu nya. , Sekolah Dasar Negri di kampung tersebut yang masih mewajibkan murid membayar biaya Tahun Ajaran Baru sebesar 250 ribu rupiah/anak, padahal iklan-iklan di TV sibuk menyuarakan sekolah gratis, masyarakat kecil seperti mereka juga bingung dengan berita-berita di TV yang mengungkapkan maraknya korupsi pemimpin-pemimpin negeri ini dengan jumlah uang yang tidak masuk akal dalam pikiran mereka.

Juga keluh kesah tentang anjloknya harga jual hasil ladang seperti tomat yang hanya dihargai Rp. 300/kg ketika pas mereka panen raya yang dikarenakan ulah tengkulak dan belum adanya koperasi yang beroperasi di desa mereka.

Pak Empud juga mengungkapkan bahwa beberapa tahun terakhir ini desa mereka mulai merasakan kekeringan jika musim kemarau.

Hal ini tidak kami heran kan, ketika kami mendapati bahwa memang terjadi alih fungsi lahan habis-habisan terhadap hutan-hutan yang sedia kala berada di atas gunung dan perbukitan di daerah Cikajang, sampai-sampai perbukitan dengan kemiringan 70 derajat dapat disulap menjadi hamparan ladang sayuran.

Gunung-gunung dan perbukitan yang seharusnya hijau lebat terlihat kecoklatan botak gersang karena digantikan menjadi ladang sayur mayur seperti kentang, tomat, wortel dan kubis. Cuaca berubah menjadi ekstrim ketika kami bermalam di sana, suhu malam sangat dingin menusuk tulang, sedangkan siangnya matahari terasa terik dan perih membakar kulit.

Penurunan kesuburan ladang mulai dirasakan mereka, sedikit demi sedikit lapisan atas tanah subur terkikis oleh air hujan terbawa hanyut ke sungai, hal ini mengakibatkan mereka semakin ketergantungan dengan pupuk pabrikan yang dosis nya makin meningkat setiap tahunnya.

Kami juga melihat mulai adanya kepeduliaan mengurangi tanaman sayur-sayuran dengan pohon keras 4-5 tahun terakhir ini dengan pohon Eucalyptus dan pohon kopi yang cocok ditanam di dataran tinggi.

Perjalanan di Desa Simpang Kec Cikajang dipandu oleh Wendy anaknya Pak Empud ini diakhiri dengan meninjau mata air Balong di Telaga Cipanas, yang merupakan salah satu sumber air yang mengalir ke Sungai Cimanuk.

Susur Cimanuk dilanjutkan menuju Sungai Cimanuk Kota Garut.

bersambung……..

Foto dan Tulisan
Sudirman Asun

Thursday, August 11, 2011

Ciliwung Menggugat KLH dan BPLH


Ratusan Gunung Sampah Raksasa Di Ciliwung, Ciliwung Areal tanpa Hukum dan Peraturan.







Buangan Limbah berwarna hitam dan bau di Ciliwung pada tgl 26 Juli 2011 (Foto: Komunitas Ciliwung Rawa Jati)


Buangan Limbah yang berwarna hitam yang difoto Komunitas Ciliwung Condet

Tulisan oleh Sudirman Asun
berdasarkan laporan dan foto dari Komunitas Ciliwung Condet dan Komunitas Ciliwung Rawa Jati yang terekam pada tgl 25-26 Juli 2011.
Pencemaran demi pencemaran oleh buangan limbah industri dan perusahaan masih terjadi hingga saat ini, yang sering dibuang pada waktu tertentu sehabis hujan atau sore hari.




Jika anda ingin mengetahui tingkat peradaban suatu daerah atau negara, tengoklah sungai yang ada di daerah tersebut.
Dari cara mereka mempelakukan sungai mereka, merupakan cermin gambaran tingkat peradaban mereka.

Mengapa harus sungai..?

Ya…, karena dari sungai lah, peradaban manusia di mulai. Begitu tergantungnya hidup manusia dengan air, membuat mereka selalu hidup tidak akan jauh dari sumber air yaitu sungai. Jadi jika kita tersesat di sebuah hutan rimba dan membutuhkan pertolongan manusia, susur lah aliran sungai, dijamin kita akan bertemu dengan manusia ataupun perkampungan.

Di dekat sungai, manusia membangun tempat tinggal dan berkembang biak membentuk perkampungan dan berkembang menjadi kota. Sehingga sungai menjadi tempat yang paling dicari oleh arkelog untuk menemukan sisa-sisa artefak maupun situs-situs purbakala.

Dari sungai kita bisa menilai akan banyak hal mulai dari tingkat budaya, hubungan sosial antar manusia sampai etos kerja, molaritas suatu pemerintahan dan penegakan hukum di daerah tersebut.

Dan bagaimana dengan sungai-sungai Indonesia dan Ciliwung khususnya…?

Rusaknya Ciliwung sebagai sungai yang terletak di ibukota Indonesia menggambarkan dengan pasti gambaran kecil kondisi Indonesia dewasa ini. Bangsa yang begitu besar dan begitu kaya akan sumber daya alam, penduduknya harus hidup miskin kelaparan. Kebobrokan dan kesenjangan menerpa hampir semua elemen kehidupan termasuk ekonomi, sosial dan budaya.

Ciliwung menggambarkan bagaimana negara gagal dalam supremasi dan penegakan hukum, pemerintah lalai sebagai pembuat keteraturan dan ketegasan.

Perusahaan dengan leluasanya terus mencemari sungai Ciliwung dengan limbah industrinya, mematikan semua kehidupan biota sungai hingga hanya ikan sapu-sapu imun limbah yang tersisa kini.

Sungai tercemar berlarut-larut sekian dekade telah mematikan pemanfaatan perikanan dan perekonomian perikanan, menjadikan warga menjadi apatis dan tergerusnya kepeduliaan akan sungai sehingga ikut-ikutan membuang sampahnya di sungai. (pelanggaran besar yang dibiarkan akan memberi contoh pelanggaran lainnya)

Celakanya lagi Ciliwung sebagai pemasok bahan baku PDAM Kedung Badak dan PDAM Tirta Kahuripan, air minum bagi warga Bogor dan Jakarta dengan cemaran E-Coli, limbah dan logam beratnya, juga mengalir terakumulasi di laut Kep.Seribu sebagai pemasok ikan konsumsi warga Jakarta. Kontaminasi pencemaran dalam air minum dan ikan konsumsi dalam jangka panjang akan berakibat fatal berbagai penyakit akut seperti gagal ginjal, kanker, bayi cacat, penurunan kecerdasan dan berbagai gangguan neurologis lainnya.
Ini akan menambah beban masyarakat dan negara akan penurunan tingkat kesehatan masyarakat.

Peraturan dan hukum seperti hanyalah lipservice dan slogan-slogan kosong

UUD’45 pasal 33 ayat 3 Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

dan UU No. 32 Tahun 2009 - Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) dan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) jelas harus bertanggung jawab atas kerusakan demi kerusakan yang terus terjadi sampai sekarang.

Laporan dan foto terbaru dari Komunitas Ciliwung Condet dan Komunitas Ciliwung Rawa Jati merekam pembuangan limbah pada tanggal 25-26 Juli 2011 menggambarkan limbah yang berwarna pekat dan berbau menyengat terus mencemari Ciliwung pada waktu tertentu.

Penegakan hukum atas pencemaran limbah Ciliwung pernah dikonfirmasikan kepada Bpk Rusman Sagala mewakili BPLHD Propinsi DKI Jakarta dalam diskusi terbuka di Green Radio pada Tgl. 21 Juni 2011, beliau meyakinkan BPLHD telah menangkap dan mengantongin nama-nama perusahaan yang membuang limbah di Ciliwung, data-datanya ada di kantor BPLHD.

Sangat disayangkan data yang begitu penting tidak sebar luaskan ke publik sebagai percontohan, shock terapy dan memberi efek jera kepada pembuang limbah.

Dalam hati saya bergungam ” Jangan terlalu lama di simpan di dalam laci pak, tar ilang dimakan rayap…”.

Semoga ini tidak terhenti pada penangkapan tetapi sampai ke proses hukum dan pemberian sanksi yang tegas.

“Pemerintah itu tugasnya memerintah bukan ‘meminta’, apalagi jika hanya sekedar menghimbau.” (JK)

Friday, August 5, 2011

Penyelamatan Hutan Mangrove Terakhir Kota Jakarta


Walaupun prihatin dengan kondisi hutan Mangrove yang penuh sampah dan perairan hitam yang berbau busuk karena limbah, aksi pembersihan dan mulung sampah ini sendiri terasa seru dengan canda tawa kaum muda yang memang rata-rata masih pelajar dan mahasiswa.



Sampah kemasan plastik produk makanan, sabun, sampo dari perusahaan besar yang kerap menyerukan jargon Ramah Lingkungan


Ibadah Menjelang Ramadhan. Bersihkan Bumi, Bersihkan Hati Menjelang Ramadhan.


Kondisi Kritis Pesisir Jakarta dari Pencemaran Limbah Sungai, Airnya hitam dan berbau busuk menyengat.


Penghitungan dan Pendataan Berat Sampah


Hasil Perburuaan 53 karung besar sampah plastik, 7 karung besar sampah STYROFOAM dan 1 ban mobil dengan total berat 1,017 Ton.


Luas Hutan yang terus terdesak pembangunan Perumahan mewah
Hutan Mangrove dan Pemukiman Perumahan Mewah yang hanya dibatasi Pagar, sering terjadi konflik hewan memasuki perumahan.


Akses Masuk Yang terkepung perumahan mewah, Hak publik terkunci hak privasi.


TRASH BUSTER Bersihkan Bumi, Bersihkan Hati Jelang Ramadhan.

Jargon inilah yang didengungkan oleh teman-teman Transformasi Hijau (TRASHI) sebuah komunitas pendidikan lingkungan hidup Jakarta yang kembali mengadakan TRASH BUSTER yaitu Aksi Bersih Sampah Hutan Mangrove Jakarta dengan partisipan kaum muda dalam aksi bersama “Bersihkan Bumi, Bersihkan Diri” 1 hari sebelum memasuki bulan puasa.

Penyelamatan Hutan Mangrove Terakhir Kota Jakarta.

Kegiatan aksi bersih sampah ini diadakan pada hari Minggu 31 Juli 2011 di lokasi Mangrove Hutan Lindung Muara Angke Kapuk.

Hutan Mangrove Muara Angke Kapuk sendiri merupakan Hutan Mangrove Terakhir di kota Jakarta yang masih eksis dan bertahan walaupun dipepet terus oleh alih fungsi lahan pembangunan perumahan mewah daerah Kapuk dari tahun 80′an sampai sekarang dan dengan kondisi kritis bertahan dari gempuran sampah dan limbah sungai dari kota Jakarta.

Sampah dan limbah sungai sangat berpengaruh menggangu pertumbuhan pohon bakau dan menutup akar pernafasannya hingga sekarat dan mati.

Akses menuju Hutan Mangrove Muara Angke sekarang memang agak tersembunyi, dikepung rapat oleh perumahan mewah daerah Kapuk, hal inilah yang juga mempengaruhi daerah ini kurang begitu dikenal dan dikunjungi oleh para pelajar Jakarta dalam pendidikan pengenalan lingkungan hidup.

Hutan Mangrove yang tersisa sekarang mencakup Suaka Margasatwa (25,02 Ha) di bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA DKI Jakarta) dan Hutan Lindung Angke Kapuk (44,76 Ha) di bawah pengelolaan Dinas Pertaniaan dan Kehutanan DKI Jakarta, serta beberapa blok kecil Mangrove sekitar jalan Tol Sedyatmo yang dijadikan ekowisata.

Fungsi penting hutan Mangrove seperti terabaikan dengan bertambahnya urban penduduk yang terus menggerus luas hutan di ujung pesisir Jakarta ini, fungsi penting itu diantaranya:

- Pelindung pantai penahan abrasi , penahan banjir dan gelombang laut.

- Mencegah intrusi air laut ke daratan (habisnya mangrove disinyalir sebagai salah satu penyebab telah merembesnya air laut sampai ke kawasan Monas di Jakarta Pusat)

- Sebagai habitat satwa , burung-burung, ikan, reptil dan biota perairan lainnya.

- Meningkatkan produktifitas sumber pangan perairan.

- Pendidikan, laboratorium hidup penelitian dan ekowisata.

Walaupun prihatin dengan kondisi hutan Mangrove yang penuh sampah dan perairan hitam yang berbau busuk karena limbah, aksi pembersihan dan mulung sampah ini sendiri terasa seru dengan canda tawa kaum muda yang memang rata-rata masih pelajar dan mahasiswa.

Berbagai macam bentuk sampah dapat ditemui disini mulai dari kemasan makanan Styrofoam, Sarung, potongan celana dalam, bra, bekas mainan plastik, kasur, hingga kondom, ban mobil dan kemasan plastik produk makanan, sabun, sampo dari perusahaan besar yang kerap menyerukan jargon “Ramah Lingkungan”, hal ini membuat para peserta prihatin sekaligus geli dan menjadi olok-olok para peserta atas penemuaan sampah-sampah ajaib tersebut.

Perburuan sampah yang dimulai dari jam 8 pagi hingga jam 12 siang di 3 titik ini berhasil mengumpulkan sampah sebanyak 53 karung besar sampah plastik, 7 karung besar sampah STYROFOAM dan 1 ban mobil dengan total berat 1,017 Ton.

Kegiatan Transformasi Hijau kali ini diikuti sekitar 50 orang. yang umumnya adalah para pelajar yang tergabung dalam pasukan muda Transformasi Hijau yaitu Young Transformer (pelajar Jakarta SMK 50, SMA 13, SMAN 32, SMKN 29, SMKN 56) dan dari berbagai komunitas seperti Green Camp Halimun, Trem Kota, Teens Go Green, JSN, UIN Jakarta dan MIPA UI.

Kegiatan rutin mereka di hutan Mangrove selain mulung sampah adalah hobi penelitian dan pengamatan satwa seperti burung, reptil, amphibi serta mamalia.

Menurut Ady Kristanto, salah satu pentolan Transformasi Hijau, mereka berhasil mendata species yang berhasil survive di Mangrove Muara Angke walaupun dalam kondisi kritis dan mengkhawatirkan antara lain 106 jenis Burung, 5 jenis Amphibi (katak), 12 jenis Ular, 3 jenis Cicak, 1 jenis tokek, 1 jenis kadal dan biawak, sedangkan mamalia masih terdapat Berang-berang, Tikus Rawa, Bajing Kelapa dan Monyet Ekor Panjang.

Saya berharap Hutan Manggrove Muara Angke lebih mudah diakses oleh warga Jakarta sebagai tempat pendidikan lingkungan hidup tanpa harus mengurus perizinan yang ribet dan dapat mengurus perizinan di lokasi, bukan nya mengurus jauh di kantor BKSDA Jl. Salemba Jakarta.

Dan untuk menjaga kelestarian, pengunjung dapat dikutip retribusi dan pendampingan oleh petugas Jagawana di dalamnya.

Semoga Mangrove Jakartaku tetap lestari……..



Foto dan Tulisan: Sudirman Asun